Contoh Makalah

KATA PENGANTAR

          

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya kepada kelompok kami sehingga bisa menyelesaikan makalah yang berjudul :

“ Perkembangan Peradaban Islam Periode Klasik Masa Pemerintahan Dinasti Bani Umayah”
( 661 – 750 Masehi )

Makalah ini berisikan tentang proses kepemerintahan yang didirikan oleh Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Sistem pemerintahan yang berjalan berbeda dengan masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Makalah ini akan mengupas segala informasi-informasi yang berkembang pada Masa Dinasti Bani Umayah tersebut. Kita akan banyak mendapatkan berbagai macam perbedaan system pemerintahan, strategi-strategi yang membangun Islam sehingga lebih berkembang serta semakin berkembangnya berbagai macam ilmu pengetahuan sehingga bisa memuncakkan Islam pada kejayaannya.

Kami menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kesempurnaa, oleh karena itu kami membutuhkan kritik dan saran dari semua pihak sehingga dapat menyempurnakan makalah ini.

Akhir kata, kami ucapkan terimakasih kepada kelompok 2 atas partisipasinya dalam penyelesaian makalah. Dan terimakasih juga kepada guru bidang studi yang telah menerima hasil makalah yang telah kami buat. Semoga kita selalu berada dalam Rahmat Allah yang Maha Kuasa dan makalah ini dapat membawa manfaat bagi pembacanya. Aamiin.

                                                                                                Batam, Februari 2013

                                                                                                             Penyusun

                                                                                                                                    ii

BAB I

PENDAHULUAN

1.                  Latar belakang


             Dari catatan sejarah Islam bahwa Bani Umayyah merupakan salah satu kabilah dalam masyarakat Arab Quraisy. Kabilah ini memegang tahta kekuasaan politik dan ekonomi pada masyarakat Arab. Pada saat kekuasaannya tengah memuncak di Mekah, kabilah ini berhadapan dengan misi kerasulan Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW. Dengan misi kerasulannya berusaha mengajak kaum kerabat dan masyarakat Mekah ketika itu, untuk hanya menyembah Allah dan mengakui Muhammad adalah Rasulullah dan menyatakan diri sebagai muslim. Pada awalnya ajakan tersebut ditolak oleh sebagian masyarakat kota Mekah, termasuk Bani Umayyah. Bani Umayyah khawatir apabila mereka masuk islam dan menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW, kekuasaan mereka akan jatuh ke tangan Nabi Muhammad dan mereka menjadi orang biasa. Perasaan takut inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab awalnya kelompok Bani Umayyah tidak mau menerima ajakan Nabi Muhammad SAW. Untuk memeluk Islam.

   Sebenarnya, secara garis keturunan (geneologis) Bani Umayyah memiliki hubungan darah dengan Nabi Muhammad saw. Karena keduanya merupakan keturunan Abdi Manaf. Anak Abdi Manaf yaitu Abdi Syam dan Hasyim menjadi tokoh dan pemimpin pada dua kabilah dari suku Quraisy. Anak Abdi Syam yang bernama Umayyah termasuk salah seorang dari pemimpin dari kabilah Quraisy di zaman Jahiliyah. Keduanya senantiasa bersaing untuk merebut pengaruh dan kehormatan dari masyarakat kota Mekah.

  Dalam setiap persaingan, ternyata Umayyah selalu berada pada pihak yang unggul. Karena Umayyah berasal dari keturunan keluarga bangsawan yang mempunyai harta kekayaan yang cukup melimpah. Selain itu, ia juga memiliki banyak keturunan. Unsur-unsur tersebut merupakan potensi besar yang membawa keturunan Umayyah menjadi penguasa bangsa Arab Quraisy saat itu. Diantara keturunan Umayyah yang menjadi khalifah umat Islam setelah khalifah Ali Bin Abi Thalib adalah Muawiyah bin Abi Sufyan.

 Proses terbentuknya kekhalifahan Bani Umayyah dimulai sejak khalifah Utsman bin Affan tewas terbunuh oleh tikaman pedang Humran bin Sudan pada tahun 35 H/656 M. Pada saat itu khalifah Utsman bin Affan di anggap terlalu nepotisme (mementingkan kaum kerabatnya sendiri) dalam menunjuk para pembantu atau gubernur di wilayah kekuasaan Islam.

Masyarakat Madinah khususnya para sahabat besar seperti Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam mendatangi shahabat Ali bin Abi Thalib untuk memintanya menjadi khalifah pengganti Utsman bin Affan. Permintaan itu di pertimbangkan dengan serius dan pada akhirnya Ali bin Abi Thalib mau menerima tawaran tersebut. Pernyataan bersedia tersebut membuat para tokoh besar diatas merasa tenang, dan kemudian mereka dan para sahabat lainnya serta pendukung Ali bin Abi Thalib melakukan sumpah setia (bai’at) kepada Ali pada tanggal 17 Juni 656 M/18 Dzulhijah 35 H. Pembai’atan ini mengindikasikan pengakuan umat terhadap kepemimpinannya. Dengan kata lain, Ali bin Abi Thalib merupakan orang yang paling layak diangkat menjadi khalifah keempat menggantikan khalifah Utsman bin Affan.

Pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah keempat oleh masyarakat madinah dan sekelompok masyarakat pendukung dari Kuffah ternyata ditentang oleh sekelompok orang yang merasa dirugikan. Misalnya Muwiyah bin Abi Sufyan gubernur Damaskus, Syiria, dan Marwan bin Hakam yang ketika pada masa Utsman bin Affan, menjabat sebagai sekretaris khalifah. Dalam suatu catatan yang di peroleh dari khalifah Ali adalah bahwa Marwan pergi ke Syam untuk bertemu  dengan Muawiyah dengan membawa barang bukti berupa jubah khalifah Utsman yang berlumur darah.

Penolakan Muawiyah bin Abi Sufyan dan sekutunya terhadap Ali bin Abi Thalib menimbulkan konflik yang berkepanjangan antara kedua belah pihak yang berujung pada pertempuran di Shiffin dan dikenal dengan perang Sifin, Pertempuran ini terjadi di antara dua kubu yaitu, Muawiyah bin Abu Sufyan (sepupu dari Usman bin Affan) dan Ali bin Abi Talib di tebing Sungai Furat yang kini terletak di Syria (Syam) pada 1 Shafar tahun 37 H/657 M. Muawiyah tidak menginginkan adanya pengangkatan kepemimpinan umat Islam yang baru. Beberapa saat setelah kematian khalifah Utsman bin Affan, masyarakat muslim baik yang ada di Madinah , Kuffah, Bashrah dan Mesir telah mengangkat Ali bin Abi Thalib  sebagai khalifah pengganti Utsman. Kenyataan ini membuat Muawiyah tidah punya pilihan lain, kecuali harus mengikuti khalifah Ali bin Abi Thalib dan tunduk atas segala perintahnya. Muawiyah menolak kepemimpinan tersebut juga karena ada berita bahwa Ali akan mengeluarkan kebijakan baru untuk mengganti seluruh gubernur yang diangkat Utsman bin Affan.

Muawiyah mengecam  agar tidak mengakui (bai’at) kekuasaan Ali bin Abi Thalib sebelum Ali berhasil mengungkapkan tragedi terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan, dan menyerahkan orang yang dicurigai terlibat pembunuhan  tersebut untuk dihukum. Khalifah Ali bin Abi Thalib berjanji akan menyelesaikan masalah pembunuhan itu setelah ia berhasil menyelesaikan situasi dan kondisi di dalam negeri. Kasus itu tidak melibatkan sebagian kecil individu, juga melibatkan pihak dari beberapa daerahnya seperti Kuffah, Bashra dan Mesir.

Permohonan atas penyelesaian kasus terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan ternyata juga datang dari istri Nabi Muhammad saw, yaitu Aisyah binti Abu Bakar. Siti Aisyah mendapat penjelasan tentang situasi dan keadaan politik di ibukota Madinah, dari shahabat Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair ketika bertemu di Bashrah. Para sahabat menjadikan Siti Aisyah untuk bersikap sama, untuk penyelesaian terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan, dengan alasan situasi dan kondisi tidak memungkinkan di Madinah. Disamping itu, khalifah Ali bin Abi Thalib tidak menginginkan konflik yang lebih luas dan lebar lagi.

Akibat dari penanganan kasus terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan, munculah isu bahwa khalifah Ali bin Abi Thalib sengaja mengulur waktu karena punya kepentingan politis untuk memperoleh keuntungan dari masalah tersebut. Bahkan Muawiyah menuduh Ali bin Abi Thalib berada di balik kasus pembunuhan tersebut. Tuduhan ini tentu saja tuduhan yang tidak benar, karena justru pada saat itu Sayidina Ali dan kedua putranya Hasan dan Husein serta para sahabat yang lain berusaha dengan sekuat tenaga untuk menjaga dan melindungi khalifah Utsman bin Affan dari serangan massa yang mendatangi kediaman khalifah.

Sejarah mencatat justru keadaan yang patut di curigai adalah peran dari kalangan pembesar istana yang berasal dari keluarga Utsman dan Bani Umayyah. Pada peristiwa ini tidak terjadi seorangpun di antara mereka berada di dekat khalifah Utsman bin Affan dan mencoba memberikan bantuan menyelesaikan masalah yang dihadapi khalifah. Dalam menjalankan roda pemerintahannya, kalifah Utsman bin Affan banyak menunjuk para gubernur di daerah yang berasal dari kaum kerabatnya sendiri. Salah satu gubernur yang ia tunjuk adalah gubernur Mesir, Abdullah Sa’ad bin Abi Sarah. Gubernur Mesir ini di anggap tidak adil dan berlaku sewenang-wenang terhadap masyarakat Mesir. Ketidakpuasan ini menyebabkan kemarahan di kalangan masyarakat sehingga mereka menuntut agar Gubernur Abdullah bin Sa’ad segera di ganti. Kemarahan para pemberontak ini semakin bertambah setelah tertangkapnya seorang utusan istana yang membawa surat resmi dari khalifah yang berisi perintah kepada Abdullah bin Sa’ad sebagai gubernur Mesir untuk membunuh Muhammad bin Abu Bakar. Atas permintaan masyarakat Mesir, Muhammad bin Abu Bakar diangkat untuk menggantikan posisi gubernur Abdulah bin Sa’ad yang juga sepupu dari khalifah Utsman bin Affan.

Tertangkapnya utusan pembawa surat resmi ini menyebabkan mereka menuduh khalifah Utsman bin Affan melakukan kebajikan yang mengancam nyawa para sahabat. Umat Islam Mesir melakukan protes dan demonstrasi secara massal menuju rumah khalifah Utsman bin Affan. Mereka juga tidak menyenangi atas sistem pemerintahan yang sangat sarat dengan kolusi dan nepotisme. Keadaan ini menyebabkan mereka bertambah marah dan segera menuntut khalifah Utsman bin Affan untuk segera meletakkan jabatan.

Persoalan-persoalan yang dihadapi oleh khalifah Utsman  bin Affan semakin rumit dan kompleks, sehingga tidak mudah untuk di selesaikan secepatnya. Massa yang mengamuk saat itu tidak dapat menahan emosi dan langsung menyerbu masuk kedalam rumah khalifah, sehingga khalifah Utsman terbunuh dengan sangat mengenaskan.

Ada beberapa gubernur yang diganti semasa kepemimpinan khalifah Ali, antara lain Muawiyah bin Abi Sufyan sebagai gubernur Syam yang diganti dengan Sahal bin Hunaif. Pengiriman gubernur baru ini di tolak Muawiyah bin Abi Sufyan serta masyarakat Syam. Pendapat khalifah Ali bin Abi Thalib tentang pergantian dan pemecatan gubernur ini berdasarkan pengamatan bahwa segala kerusuhan dan kekacauan yang terjadi selama ini di sebabkan karena ulah Muawiyah dan gubernur-gubernur lainnya yang bertindak sewenang-wenang dalam menjalankan pemerintahannya. Begitu juga pada saat peristiwa terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan disebabkan karena kelalaian mereka.

2.                  Rumusan Masalah

1.                  Bagaimanakah sistem kepemerintahan pada masa Bani Umayyah ?

2.                   Bidang apasaja yang menjadi faktor kemakmuran pada masa Bani Umayyah ?

3.                  Apa saja usaha yang dilakukan Mu’awiyah dalam melakukan strategi perluasan wilayah masa dinasti Bani Umayah ?

4.                  Tujuan Penulisan

1.                  Menguraikan sistem pemerintahan pada masa Bani Umayyah.

2.                  Mendeskripsikan factor-faktor kemakmuran pada masa Bani Umayyah.

3.                  Mengupas strategi perluasan wilayah masa Bani Umayyah.

4.                  Manfaat Penulisan

1.                  Bagi guru

Bisa dijadikan acuan dalam mengajar dan memberikan bahan presentasi kepada siswa agak memiliki data lengkap.

2.                  Bagi siswa

Dapat menambah wawasan tidak hanya dengan satu buku tetapi melalui banyak referensi.

3.                  Bagi masyarakat / pembaca

Dapat mengambil manfaat yang lebih banyak atau mengrikitik kesalahan dan menjadi pedoman khalayak ramai.

BAB II

PEMBAHASAN


A. USAHA UNTUK MEMPEROLEH KEKUASAAN

Wafatnya khalifah Ali bin Abi Thalib karena terbunuh oleh kelompok khawarij yaitu Abdurrahman bin Muljam pada tahun 661 M menimbulkan dampak politis yang cukup berat bagi kekuatan umat Islam khususnya para pengikut setia Ali. Oleh karena itu, tidak lama berselang umat Islam dan para pengikut Ali bin Abi Thalib melakukan sumpah setia (bai’at) atas diri Hasan bin Ali untuk di angkat menjadi khalifah pengganti Ali bin Abi Thalib.

Proses penggugatan itu dilakukan dihadapan banyak orang. Mereka yang melakukan sumpah setia ini (bai’at) ada sekitar 40.000 orang jumlah yang tidak sedikit untuk ukuran pada saat itu. Orang yang pertama kali mengangkat sumpah setia adalah Qays bin Sa’ad, kemudian diikuti oleh umat Islam pendukung setia Ali bin Abi Thalib

Pengangkatan Hasan bin Ali di hadapan orang banyak tersebut ternyata tetap saja tidak mendapat pengangkatan dari Muawiyah bin Abi Sufyan dan para pendukungnya. Hal ini disebabkan karena Muawiyah sendiri sudah sejak lama mempunyai ambisi untuk menduduki jabatan tertinggi dalam dunia Islam.

Perdebatan apapun yang terjadi pada saat itu, yang jelas realitas politik menunjukkan bahwa sepeninggalan Ali bin Abi Thalib, sebagian penduduk besar Kuffah, Bashrah dan Madinah sudah melakukan sumpah setia.

Inilah yang menjadi puncak-puncak persoalan politik Islam setelah kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Muawiyah bin Abi Sufyan yang tidak menyayangi keputusan pengangkatan Hasan bin Ali segera menyusun kekuatan khalifah Hasan.

Mendengar rencana yang telah dilakukan oleh Muawiyan bin Abi  Sufyan tersebut, maka Qays bin Sa’ad dan Abdullah bin Abbas menyarankan kepada Hasan untuk melakukan penyerangan ke Damaskus. Sebelum pasukan Muawiyah menyerang, stategi yang dilakukan Muawiyah yang melakukan urat saraf (psywar) ini memang sangat efektif. Menurut sejarawan Muslim Al-Thabari, karena kecewanya para pendukung Hasan atas perhentian perang menyebabkan mereka melakukan tindakan kekerasan dengan menyerbu masuk kerumah Hasan dan merusak kehormatan serta merampas harta bendanya.

Untuk mengetahui persoalan tersebut, khalifah Hasan bin Ali tidak mempunyai pilihan lain kecuali perundingan dengan pihak Muawiyah. Untuk itu maka di kirimkan surat melalui Amr bin Salmah Al-Arhabiyang berisi pesan perdamaian.

Dalam perundingan ini Hasan bin Ali mengajukan syarat bahwa dia bersedia menyerahkan kekuasaan pada Muawiyah dengan syarat antaralain:

1.        Muawiyah menyerahkan harat Baitulmal kepadanya untuk melunasi hutang-
       hutangnya kepada pihak lain.

2.        Muawiyah tak lagi melakukan cacian dan hinaan terhadap khalifah Ali bin
       Abi Thalin besertas keluarganya.

3.        Muawiyah menyerahkan pajak bumi dari Persia dan daerah dari Bijinad
       kepada Hasan setiap tahun.

4.        Setelah Muawiyah berkuasa nanti, maka masalah kepemimpinan
       (kekhalifahan) harus diserahkan kepada umat Islam untuk melakukan
       pemilihan kembali pemimpin umat Islam.

5.        Muawiyah tidak boleh menarik sesuatupun dari penduduk Madinah, Hijaz,
       dan Irak. Karena hal itu telah menjadi kebijakan khalifah Ali bin Abi Thalib
       sebelumnya.

Untuk memenuhi semua persyaratan, Hasan bin Ali mengutus seorang shahabatnya bernama Abdullah bin Al-Harits bin Nauval untuk menyampaikan isi tuntutannya kepada Muawiyah. Sementara Muawiyah sendiri untuk menjawab dan mengabulkan semua syarat yang di ajukan oleh Hasan mengutus orang-orang kepercayaannya  seperti Abdullah bin Amir bin Habib bin Abdi Syama.

Proses penyerahan dari Hasan bin Ali kepada Muawiyah bin Abi Sufyan dilakukan di suatu tempat yang bernama Maskin dengan ditandai pengangkatan sumpah setia. Dengan demikian, ia telah berhasil meraih cita-cita untuk menjadi seorang pemimpin umat Islam menggantikan posisi dari Hasan bin Ali sebagai khalifah.

Meskipun Muawiyah tidak mendapatkan pengakuan secara resmi dari warga kota Bashrah, usaha ini tidak henti-hentinya dilakukan oleh Muawiyah sampai akhirnya secara defacto dan dejurejabatan tertinggi umat Islam berada di tangan Muawiyah bin Abi Sufyan.

Dengan demikian berdirilah dinasti baru yaitu Dinasti Bani Umayyah (661-750 M) yang mengubah gaya kepemimpinannya dengan cara meniru gaya kepemimpinan raja-raja Persia dan Romawi berupa peralihan kekuasaan kepada anak-anaknya secara turun temuru. Keadaan ini yang menandai berakhirnya sistem pemerintahan khalifah yang didasari asas “demokrasi” untuk menentukan pemimpin umat Islam yang menjadi pilihan mereka.

1.   POLA PEMERINTAHAN DINASTI BANI UMAYYAH

Pernyataan Mu’awiyah bin Abi Sufyan :

“Aku tidak akan menggunakan pedang ketika cukup mengunakan cambuk, dan tidak akan mengunakan cambuk jika cukup dengan lisan. Sekiranya ada ikatan setipis rambut sekalipun antara aku dan sahabatku, maka aku tidak akan membiarkannya lepas. Saat mereka menariknya dengan keras, aku akan melonggarkannya, dan ketika mereka mengendorkannya, aku akan menariknya dengan keras.”

Pernyataan di atas cukup mewakili sosok Muawiyah ibn Abi Sufyan. Ia cerdas dan cerdik. Ia seorang politisi ulung dan seorang negarawan yang mampu membangun  peradaban besar melalui politik kekuasaannya. Ia pendiri sebuah dinasti besar yang mampu bertahan selama hampir satu abad. Dia lah pendiri Dinasti Umayyah, seorang pemimpin yang paling berpengaruh pada abad ke 7 H.

Di tangannya, seni berpolitik mengalami kemajuan luar biasa melebihi tokoh-tokoh muslim lainnya. Baginya, politik adalah senjata maha dahsyat untuk mencapai ambisi kekuasaaanya. Ia wujudkan seni berpolitiknya dengan membangun Dinasti Umayyah.

Gaya dan corak kepemimpinan pemerintahan Bani Umayyah (41 H/661 M) berbeda dengan kepemimpinan masa-masa sebelumnya yaitu masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin dipilih secara demokratis dengan kepemimpinan kharismatik yang demokratis sementara para penguasa Bani Umayyah diangkat secara langsung oleh penguasa sebelumnya dengan menggunakan sistem Monarchi Heredities, yaitu kepemimpinan yang di wariskan secara turun temurun. Kekhalifahan Muawiyyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak. Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid. Muawiyah bermaksud mencontoh Monarchi di Persia dan Binzantium. Dia memang tetap menggunakan istilah Khalifah, namun dia memberikan interprestasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebutnya “Khalifah Allah” dalam pengertian “Penguasa” yang di angkat oleh Allah.

Karena proses berdirinya pemerintahan Bani Umayyah tidak dilakukan secara demokratis dimana pemimpinnya dipilih melalui musyawarah, melainkan dengan cara-cara yang tidak baik dengan mengambil alih kekuasaan dari tangan Hasan bin Ali (41 H/661M) akibatnya, terjadi beberapa perubahan prinsip dan berkembangnya corak baru yang sangat mempengaruhi kekuasaan dan perkembangan umat Islam. Diantaranya pemilihan khalifah dilakukan berdasarkan menunjuk langsung oleh khalifah sebelumnya dengan cara mengangkat seorang putra mahkota yang menjadi khalifah berikutnya.

Orang yang pertama kali menunjuk putra mahkota adalah Muawiyah bin Abi Sufyan dengan mengangkat Yazib bin Muawiyah. Sejak Muawiyah bin Abi Sufyan berkuasa (661 M-681 M), para penguasa Bani Umayyah menunjuk penggantinya yang akan menggantikan kedudukannya kelak, hal ini terjadi karena Muawiyah sendiri yang mempelopori proses dan sistem kerajaan dengan menunjuk Yazid sebagai putra mahkota yang akan menggantikan kedudukannya kelak. Penunjukan ini dilakukan Muawiyah atas saran Al-Mukhiran bin Sukan, agar terhindar dari pergolakan dan konflik politik  intern umat Islam seperti yang pernah terjadi pada masa-masa sebelumnya.

Sejak saat itu, sistem pemerintahan Dinasti Bani Umayyah telah meninggalkan tradisi musyawarah untuk memilih pemimpin umat Islam. Untuk mendapatkan pengesahan, para penguasa Dinasti Bani Umayyah kemudian memerintahkan para pemuka agama untuk melakukan sumpah setia (bai’at) dihadapan sang khalifah. Padahal, sistem pengangkatan para penguasa seperti ini bertentangan dengan prinsip dasar demokrasi dan ajaran permusyawaratan Islam yang dilakukan Khulafaur Rasyidin.

Selain terjadi perubahan dalm sistem pemerintahan, pada masa pemerintahan Bani Umayyah juga terdapat perubahan lain misalnya masalah Baitulmal. Pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin, Baitulmal berfungsi sebagai harta kekayaan rakyat, dimana setiap warga Negara memiliki hak yang sama terhadap harta tersebut. Akan tetapi sejak pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan, Baitulmal beralih kedudukannya menjadi harta kekayaan keluarga raja seluruh penguasa Dinasti Bani Umayyah kecuali Umar bin Abdul Aziz (717-729 M). Berikut nama-nama ke 14 khalifah Dinasti Bani Umayyah yang berkuasa:

1.                  Muawiyah bin Abi Sufyan (41-60 H/661-680 M)

2.                  Yazid bin Muawiyah (60-64 M/680-683 M)

3.                  Muawiyah bin Yazid (64-64 H/683-683 M)

4.                  Marwan bin Hakam (64-65 H/683-685 M)

5.                  Abdul Malik bin Marwan (65-86 H/685-705 M)

6.                  Walid bin Abdul Malik (86-96 H/705-715 M)

7.                  Sulaiman bin Abdul Malik (96-99 H/715-717 M)

8.                  Umar bin Abdul Aziz (99-101 H/717-720 M)

9.                  Yazid bin Abdul Malik (101-105 H/720-724)

10.              Hisyam bin Abdul Malik (105-125 H/724-743 M)

11.              Walid bin Yazid (125-126 H/743-744 M)

12.              Yazid bin Walid (126-127 H/744-745 M)

13.              Ibrahim bin Walid (127-127 H/745-745 M)

14.              Marwan bin Muhammad (127-132 H/745-750 M)

Pada masa pemerintahan dinasti Bani Umayyah terdapat banyak kemajuan yang

dicapai. Diantaranya kemajuan dalam kepemerintahan, bidang sosial politik, ilmu

pengetahuan dan lain sebagainya. Berikut uraian kebijakan-kebijakannya.

1.                  Perubahan-perubahan di dalam Administrasi Pemerintahan

          Mu’awiyah adalah penguasa yang kuat dan juga administrator yang baik. Dia mampu menguasai dan membujuk pendirian orang-orang moderat dari semua golongan yang merupakan opposisinya. Diadakannya perubahan-perubahan di dalam administrasi pemerintahan, dan dibentuk pasukan bertombak pengawal raja. Pada masa pemerintahannya dibangun bagian khusus di dalammasjid untuk tindakan pencegahan pengamanan bagi dirinya selama menjalankan shalat.

          Mu’awiyah memperkenalkan materai resmi untuk pengiriman memoradum yang berasal dari khalifah. Naskah yang sah dibuat dan kemudian ditembus dengan benang da disegel dengan lilin, yang pada akhirnya dicetak dengan materai resmi. Dia pula yang pertama kali mengggunakan pos untuk mengumumkan kejadian-kejadin penting dengan cepat. 

            Lembaga-lembaga yang dibentuk pada sat itu adalah terbentuknya An-Nidlam As-Siyasi, yaitu lebaga politik. Lembaga  ini membahas masalah jabatan kepala negara (khalifah), masalah kementerian (wizarah), masalah kesekretarian negara (kitabah) dan masalah keamanan priadi khalifah (hijabah).

2.                  Kemajuan dalam Bidang Administrasi Pemerintahan

Prestasi pertama yang diperoleh Bani Umayyah terdapat dalam bidang birokrasi pemerintahan. Sejarah mencatat trdisi melakukan pencacahan jiwa penduduk dan sistem pengiiman surat-menyurat yang teratur. Hal itu menunjukkan bukti tingginya disiplin kepegaaian pemerintah.

1.    Organisasi Politik (An-Nidham Al-Siyasi)

Organisasi politik dan aministrasi pemerintahan pada masa dinasti Bani Umayyah meliputi, jabatan khalifah (kepala negara), wizarah (kemetrian), kitabah (kesekretariatan), dan hijabah (pengawal pribadi).

Kepala negara disebut khalifah, yang memeiliki kekuasaaan penuh untuk menentukan jabatan-jabatan dan jalannya pemerintahan. Wizarah2 memiliki tugas dan fungsi membantu atau mewakili khalifah dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari. Kitabah atau skretariat negara, yaitu untuk kelancaan pekerjaan, dibentuklah dewan sekretariat, yaitu Diwan Al-Kitabah, yang membawahi bidang-bidang, Katib Al-Rasail, yaitu sekretaris bidang keuangan, Katib Al-Jund,yaitu sekretaris militer, Katib Al-Syurthah, yaitu sekretris bidang kepolisian, dan Katib Al-Qadli, yaitu sekretaris bidang kehakiman.

2.    Organisasi Tata Usaha Negara (An-Nidham Al-Idary)

Organisasi tete usaha negara yang mengalami perkembangan pada masa dinasti Bani Umayyah meliputi susunan pemerintahan pusat yang terpecah kedalam Dewan-dewan, pembagian wlayah dan kekeuasaan wali (gubernur) dalam wilayahnya. Untuk menjalankan roda pemerintahannya di setiap propinsi, diangkat gubernur jendral yaitu, amir al-umara. Departemen-departemen tersebut adalah:

1.                  Diwan Al-Kharraj, yaitu departemen pajak yang bertugas mengelolah

      pajak tanah di daerah-daerah yang menjadi kekuasaan dinasti Bani

      Umayyah.

2.                  Diwan Al-Rasail, yaitu departemen pos yang berkewajuban

      meyapaikan berita atau surat dari dan ke daerah-daerah kekuasaan

      dinasti Bani Umayyah.

3.                  Diwan Al-Musytaghillat, yaitu departmen yang bertugas menangani

      berbagai kepentingan umum.

4.                  Diwan Al-Khatim, yaitu departemen yang menyimpang berkas-berkas

      atau dokumen-dokumen penting negara.

Selain itu, pemerintahan dinasti Bani Umayah juga membetuk lembaga-lembaga yang dapat melakukan koordinasi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Lembaga ini disebut dengan istilah al-imarah alalbuldan. Latar belakang dibentuknya lembaga ini karena luasnya wilayah kekuasaan dinasti Bani Umayah, yang terbentang dari Indus hingga Andalus. Pembentukan lembaga ini adalah untuk mempermudah pola dan koordinasi kerja antara pemerintah pusat yang berada di Damaskus dengan pemerintah-pemerintah di luar kota Damaskus. Pada masa ini, pemerintah dinasti Bani Umayah membagi wilayahnya menjadi lima provinsi, yaitu:

1.  Provinsi Hijaz, Yaman dan Najd.

2.  Provinsi Mesir dan Sudan,

3. Provinsi Irak Arab,(yaitu negeri-negeri Babilonia dan Asiria lama). Irak
             Ajam, yaitu Persia, Aman, Bahrain, Karman, Sijistan, Kabul, Khurasan,
             Transoxania, Sind (India, Pakistan dan Afghanistan), dan sebagian negara
             Punjab.

4. Provinsi Armenia, Azerbeizan dan Asia Kecil.

5. Provinsi Afrika Utara, Libya, Andalusia, Pulau Sicilia, Sardinia dan Baylar.

Ada hal yang menarik yang terjadi pada masa pemerintahan dinasti Bani Umayah, yaitu pembentukan pengawal khlaifah yang disebut hijabah. Bentuk pengawalan ini diterapkan oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan sebelum ia menjadi khalifah, yaitu semasa ia menjabat sebagai gubernur di Damaskus. Pembentukan pasukan pengawal pribadi khalifah ini bertujuan untuk memberikan perlin¬dungan dan keselamatan sang khalifah dari berbagai kemungkinan buru yang akan menimpa diri khalifah. Pembentukan lembaga ini merupakan sesuatu yang baru, karena lembaga ini belum pernah ada pada masa pemerintahan khulafaur rasyidin, apa lagi diterapkan.

Karena pada masa itu semua orang percaya atas keamanan diri khalifah, meskipun banyak ketiga orang khalifah meninggal dengan cara mengenaskan karena tidak menda¬pat pengawalam ketat dari para sahabat lainnya.

5.                  Organisasi Keuangan (An-Nizam Al-Mali)

Dinasti Bani Umayyah tetap mempertahankan dan memakai leaga keuangan sebagaimana pada masa pemerintahan khulafaur rasyidin, yaitu tetap mengelolah Baitul Mal, baik pemasukan dan pengeluarannya. Sumber-sumber Baitul Mal pada masa pemerintahan Bani Umayyah berasal dari pajak tanah (kharraj), selain dari kharraj, pendapatan negara juga diperoleh dari jizyah, pajak perorangan bagi penduduk non-muslim. Mereka dikenakan pajak karena mendapat perlindungan dan perlakuan yang sama di depan hukum negara saat itu.

 Di samping kedua sumber diatas, pajak juga di kenakan kepada para pedagang asing yang mengimport dagangannya ke dalam daerah Islam, pajak ini disebut dengan Usyur. Selama masa pemerintahan dinasti Bani Umayyah, paja yang terkumpul dari Kharraj sekitar 186.000.000 dirham.(mata uang perak).

6.                  Organisasi Ketentaraan (An-Nidzam Al-Harby)

Organisasi ketentaraan pada asa pemerintah Ban Umayyah merupakan kelanjutan dari upaya yang telah di buat Khulafaur Rasyidin. Bedanya, kalau pada masa pemerintahan sebelumnya, siapa saja boleh menjadi tentara. Tetapi pada masa Bani Umayyah, hanya orang-orang Arab atau keturunannaya yang boleh menjadi tentara.

Formasi tempur pada masa dinasti Bani Umayyah mengikuti pola Persia, yaitu terdiri dari Qalb Al-Jaisy, yaitu posisi pusat yang ditempati komandan pasukan, Al-Maimanah, yaitu posisi sayap kanan, Al-Maisarah, yaitu posisi sayap kiri, Al-Mutaqaddimah, posisi terdepan, dan Saqah Al-Jaisyi, posisi belakang.

Di belakang pasukan tempur biasanya ada pasukan lain yang disebut Rid, yaitu pasukan logistik (makanan, obat-obatan, dll), ada Talaiah, yaitu intelejen. Pasukan tempur terdiri dari Fasan, pasukan berkuda (Kaveleri), Rijalah, pasukan berjalan kaki (infanteri), Ramat, pasukan pemanah.

7.                  Organisasi Kehakiman (An-Nidzam Al-Qadla)

Pada masa dinasti Bani Umayyah, kekuasaan poltik telah dipisahkan dengan kekuasaan pengadilan. Kekuasaan kehakiman pada4 masa itu dibagi menjadi tiga badan:

1.                  Al-Qadla, yang bertugas   menyelesaikan perkara yang berhubungan

      dengan negara.

2.                  Al-Hisbah, yang bertugas menyelesaikan perkara perkara umum dan

      sosial-sosial pidana yang memerlukan tindakan cepat.

3.                  Al-Nadhar Fil Madlalim, yaitu mahkamah tertinggi atau mahkamah

      Agung di Indonesia.

4.                      Pembentukan wazir atau perdana mentri

Zaid bin Abihi adalah wazir pertama yang di angkat oleh mu’awiyyah bin abi sofyan. Diman wazir adalah prodak kebijakan baru yang di hasilkan pemerintahan umayyah.

Perdana mentri nama lain dari wazir berfungsi sebagai pendamping kholifah yang memiliki kewenangan untuk menggantikan beban dan tanggung jawab kholifah dalam menjalankan pemerintahan sehari-hari. Syarat menjadi wazir yaitu: cerdas, cakap, terampil, dapat di percaya, dan mau bekerja keras untuk kemajuan negaranya.

5.                      Membetuk kelembagaan Negara

Kholifah Bani Umayyah memperbaiki system kelembagaan Negara yang terdiri dari tiga unsure yakni kholifah ahlul hali wal aqli dan qoldi walquldad. Kholifah adalah kepala Negara atau penguasa tertinggi, artinya segala apa nyang ada di dalam pembuatan kebijakan Negara pemerintah kelembagaan harus ada persetujuan darinya.

Ahlul halli wal aqli adalah para anggota dewan seperti sekarang mereka adalah pakar atau dalam bidang masing-masing. Tugasnya adalah melakukan kajian atas persoalan yang di hadapi pemerintah seperti problem social politik, ekonomi, kebudayaan serta problem lainya.

Sedangkan qadli al qadlad adalah kelembagaan kehakiman yang terdiri atas para ahli Islam dan ketatanegaraan. Mempunyai tugas dan dalam membentuk hukum dalam pemerintah.

6.                  Kemajuan dalam Bidang Militer

Salah satu kemajuan yang paling menonjol pada masa pemerintahan dinasti Bani Umayyah adalah kemajuan dalam system militer. Selama peperangan melawan kakuatan musuh, pasukan arab banyak mengambil pelajaran dari cara-cara teknik bertempur kemudian mereka memadukannya dengan system dan teknik pertahanan yang selama itu mereka miliki, dengan perpaduan system pertahanan ini akhirnya kekuatan pertahanan dan militer Dinasti Bani Umayyah mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat baik dengan kemajuan-kemajuan dalam system ini akhirnya para penguasa dinasti Bani Umayyah mampu melebarkan sayap kekuasaannya hingga ke Eropa berada di bawah komando Jendral Musa bin Nushair.

Kekuatan militer masa Bani Umayyah semakin hebat ketika Khalid bin Abdul Malik berkuasa. Hal ini berada di wilayah kepemimpinan 3 serangkai, yaitu : Musa bin Nushair, Tharif bin Malik dan Thariq bin Ziyad. Tentara-tentara tersebut menaklukan wilayah Andalusia di Eropa.

Jenderal Hajaj bin Yusuf al-Safaqi meklukan wilayah India yang berada di bawah komando Muhammad bin Qasim. Sementara Asia Tengah berada di wilayah komando Muslim Al-Bahili.

Khalid bin Abdul Malik membangun kapal perang di Teluk Raudhlah di Laut Tengah wilayah Afrika Utara. Secara garis besar formasi kekuatan tentara Bani Umayyah terdiri dari pasukan berkuda, pasukan pejalan kaki dan angkatan laut.

Bani Umayyah mempunyai strategi handal dalam peperangan, yaitu dengan adanya kekuatan belakang dan kekuatan depan kemudian dikembangkan menjadi 5 barisan. Barisan inti di sebut Qalbul Jaisyi , barisan kanan disebut Al-maisarah, barisan depan disebut Al-Muqaddimah dan barisan belakang disebut Saqahal-jaisyi.

Dibentuknya lembaga ketentaraan dimaksudkan oleh para khalifah Bani Umayyah untuk menambah kekuatan militer mereka, selain itu, para khalifah Bani Umayyah menganutpolitik ekspansionis yaitu kebijakan untuk memperluas wilayah kekuasaan, sehingga harus didukung oleh angkatan militer yang kuat.

Pasukan pengintai atau talailah yang dibentuk Bani Umayyah sangat efektif dengan seorang intiligen yang dikirim untuk memata-matai pasukan musuh yaitu Tharif bin Malik yang berkerja sama dengan De Graff Julian berhasil menyelinap wilayah Andalusia yang dimiliki oleh Raja Roderick.

Setelah berhasil mengirim pasukan di bawah komando Thariq bin Ziyad yang mendarat kesebuah selat yang disebut Jabal Thariq atau Giblatar.

Lembaga tersebut juga didukung oleh Lembaga Keuangan. Tugas dari lembaga keuangan adalah mengatur keuangan negara dalam membentuk barisan tentara yang kuat. Disamping itu, dalam Dewan Sekretaris Negara juga terdapat sekretaris negara yang terkait erat dengan militer, yaitu sekretaris tentara dan kepolisian.

Dengan konsolidasi yang kuat tersebut, para khalifah Bani Umayyah mampu mengatasi segala gangguan keamanan dari golongan-golongan yang menentangnya. Misalnya,

1. Pemberontakan Husein bin Ali di Kufah, pada tahun 680 M, Husein bin Ali trebunuh dalam sebuah pertempuran di Karbala

2. Pemberontakan Muhtar di Kufah merupakan kelanjutan dari pemberontakan Husein
    bin Ali , terkadi pada tahub 685 M

3. Pemberontakan Abdullah bin Zubair, terjadi di Makkah pada tahub 692.

Keberhasilan dalam mengatasi pemberontakan tersebut, merupakan jalan bagi para khalifah untukk memperluas wilayah.

7.                  Bidang Administrasi dan Pemerintah

          Hampir satu abad lamanya dinasti Bani Umayah berkuasa (41-132 H/661-750), meskipun banyak kendala dan pasang surut dukungan politis dan ekonomi, tetapi tetap saja ada perkembangan dan kemajuan yang dicapai. Di antara kemajuan-kemajuan yang dicapai dalam bidang administrasi adalah bidang administrasi pemerintahan dengan terbentuknya lembaga administrasi yang mendukung jalannya roda pemerintahan Bani Umayah. Lembaga-lembaga tersebut adalah sebagai berikut :

1.                  Organisasi politik (an-nidham al-siyasi)

            Selama masa-masa pemerintahan dinasti Bani Umayah banyak perkem-bangan yang terjadi. Hal tersebut terjadi karena para penguasa dinasti Bani Umayah selalu berorientasi pada upaya perluasan wilayah kekuasaan dan penguatan politik militer guna menjalankan pemerintahan. Untuk mendukung program pembangunan dan cita-cita serta keingian untuk memperbaiki sistem pemerintahan dan administrasi negara, para penguasa banyak mengadopsi sis-tem pemerintahan Persia, Yunani dan Romawi, termasuk dalam hal penggantian pucuk pimpinan, sistem politik, militer, administrasi pemeritahan dan lain-lain.

Oleh karena itu, pada masa pemerintahan dinasti Bani Umayah terdapat sistem organisasi politik yang cukup mapan. Organisasi itu meliputi; jabatan khilafah, kepala negara; wizarah, kementerian, kitabah, kesekretariatan, dan hijabah, pengawal pribadi khalifah.

Kepala negara disebut khalifah, yang memiliki kekuasaan penuh untuk menentukan jabatan-jabatan dan jalannya pemerintahan. Wizarah, memiliki tugas dan fungsi membantu atau mewakili khalifah dalam melaksanakna tugasnya sehari-hari.

            Sedangkan kitabah, atau sekretariat negara memiliki tugas dan fungsi menjalankan hal-hal yang berkaitan dengan masalah kesekretariatan negara, seperti mencatat dan melaporkan kegiatan-kegiatan di istana, dan lain-lain. Sementara hijabah, memiliki tugas dan fungsi dalam memberikan keamanan dan perlidungan kepada khalifah dan keluarga istana dari berbagai kemungkinan buruk yang akan menimpa. Kalau digambarkan seperti saat ini hijabah ini sama dengan pasukan pengawal pengamanan presiden (paspampres).

Untuk kelancaran pekerjaan pemerintah, dibentuk lembaga administrasi negara, seperti diwanul kitabah, yang membawahi bidang-bidang seperti, katib al-rasail, yaitu sekretaris bidang keuangan. Katibul Jund, sekretaris militer. Katib al-syuhtah, sekretaris bidang kepolisian, dan katib al-Qadhi, sekretaris bidang kehakiman.

2.                   Organisasi Tata Usaha Negara (an-nidham al-idary)

Organisasi teta usaha negara yang mengalami perkembangan dan kemajuan pada masa pemerintahan dinasti Bani Umayah adalah adanya pembagian wilayah kekuasan antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah. Pemerintah pusat dipegang oleh khalifah, sebagai pengendali semua pemerintah wilayah atau daerah, sementara pemerintah daerah dikendalikan oleh seorang gubernur yang disebut wali sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat. Para gubernur bertanggungjawab kepada pemerintah pusat yang berada di bawah kekuasaan khalifah. Para khalifah dengan kekuasaan dan wewenang yang ada pada dirinya dapat mengangkat dan memberhen-tikan para gubernur, terutama bagi yang tidak disukai atau menentang kebijakan pemerintah pusat.

            Untuk kepentingan pelaksanaan tata usaha negara dalam bidang peme-rintahan, pada masa pemerintahan khalifah Bani Umayah dibentuklah lembaga yang disebut departeman (al-dawawin). Departemen-departemen itu adalah sebagai berikut:

a. Diwanul kharraj, yaitu departeman pajak yang bertugas mengelola pajak tanah di
    daerah-daerah yang menjadi wilayah kekuasaan dinasti Bani Umayah.

b. Diwanul rasail, yaitu departeman pos dan persuratan yang bertugas menyampaikan
     berita atau surat-menyurat dari dan ke suluruh wilayah kekuasaan dinasti Bani 
     Umayah.


c. Diwanul musytaghillat, yaitu departemen yang bertugas menangani berbagai
      kepentingan umum.

d. Diwanul khatim, yaitu departemen yang bertugas menyimpan berkas-berkas atau
     dokumen-dokumen penting Negara.

c.   Organisasi Keuangan Negara (an-nidham al-mal)

Pada masa pemerintahan dinasti Bani Umayah, para khalifah yang ber-kuasa tetap mempertahankan tradisi lama, yaitu tetap mengelola baitl mal, baik pemasukan maupun pengeluarannya. Sumber-sumber dana baitul mal diperoleh dari hasil pemungutan pajak pendapatan negara berupa pajak penghasilan dari tanah pertanian yang sering disebut kharraj. Hanya saja pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Abdul Aziz, pajak tersebut dikurangi, sehingga pemasukan kas negara yang akan disetor ke baitul mal mengalami kemerosotan, sehingga ketika khalifah Hisyam bin Abdul Malik kas tersebut terkuras. Untuk menyelamatkan kas negara akhirnya khalifah Hisyam bin Abdul Malik menaikkan pajak kepada semua penduduk yang berada di wilayah kekuasaan dinasti Bani Umayah.

            Selain dari pajak tanah atau kharraj, pendapat negara juga diperoleh dari jizyah, yaitu pajak pendapatan yang diperoleh dari pajak individu sebagai bentuk konkret dari perlindungan negara atas jiwa dan keluarga masyarakat, terutama masyarakat non-muslim yang berada di dalam pengawasan dan keamanan negara Islam, sehingga posisi dan status mereka sama seperti masyarakat muslim lainnya yang mendapatkan perlindungan dan perlakuan yang sama di depan hukum negara saat itu.

            Di samping kedua sumber pajak utama sebagai mana disebut di atas, pen¬dapatan negara juga diproleh dari pajak perdagangan yang dikenakan kepada para pedagang asing yang mengimport barang dagangannya ke dalam wilayah kekuasaan Islam dinasti Bani Umayah. Pajak tersebut disebut dengan istilah usyur, yaitu sepersepuluh dari harga barang import. Pendapatan itu dipergunakan untuk pembangunan wilayah-wilayah Islam dinasti Bani Umayah.

            Dalam catatan sejarah, menurut al-Baladzury, pajak yang terkumpul dari kharraj sebanyak 186.000.000,- dirham (mata uang perak). Kebijakan para khalifah bani Umayah yang mewajibkan pajak kepada seluruh warga masyarakat, terus dilanjutkan sebagai pendapatan untuk untuk dimasukan ke kas negara. Setelah itu, semua pendapatan yang diperoleh dari hasil penarikan pajak akan dipergunakan untuk membiayai pembangunan dan gaji para pegawai dan pejabat negara, selain untuk kepentingan istana.

3.                   Organisasi Ketentaraan (annidham al-harbi)

Organisasi ketentaraan pada masa pemerintahan dinasti Bani Umayah merupakan kelanjutan dari kebijakan yang telah dilakukan oleh para penguasa sebelumnya, seperti para khulafaurrasyidin. Perbedaannya, kalau pada masa sebelumnya semua orang boleh dan berhak menjadi tentara. Tetapi pada masa pemerintahan dinasti Bani Umayah, hanya orang-orang Arab atau keturunannya yang hanya boleh manjadi panglima tentara. Sementara yang bukan berasal dari orang Arab atau keturunan Arab tidak mendapatkan kesempatan dan bahkan tidak dibolehkan menjadi panglima tertinggi di dalam ketentaraan. Pucuk pimpinan dalam militer harus orang yang berasal dari keturunan bangsa Arab. Kebijakan yang sangat diskriminatif dengan menomor-duakan masyarakat yang bukan berasal dari keturuan Arab, sangat mengecewakan masyarakat, sehingga sering terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh masyarakat non Arab di luar jazirah Arabia.

            Dalam formasi tempur, pamerintah dinasti Bani Umayah memperguna-kan taktik dan strategi tempur kerajan Persia. Formasi itu terdiri dari pasukan inti, yang disebut qalbul jaisyi, yang diisi oleh komandan pasukan. Al-maimanah, yaitu pasukan sayap kanan, al-maysarah, pasukan sayap kiri, al-mutaqaddimun, yaitu pasukan yang menemati posisi terdepan, dan saqah al-jaisyi, yaitu pasukan yang menempati posisi paling belakang, yang bertugas menjaga keamanan dari belakang.

Di belakang pasukan tempur biasanya ada pasukan lain yang disebut rid, yaitu pasukan logistik yang menyiapkan bahan makanan, obat-obatan dan sebagainya. Selain itu ada pasukan yang disebut talaiyah, yaitu pasukan pengintai atau intelejen. Pasukan tempur terdiri dari: farsan, yaitu pasukan berkuda atau Kaveleri, rijalah, pasukan pejalan kaki atau infanteri, dan ramat, yaitu pasuan pemanah.

4.                  Organisasi Kehakiman (an-nidham al-qadla)


            Pada masa pemerintahan dinasti Bani Umayah, telah terjadi pemisahan kekuasaan antara ekskutif (pemerintah) dengan yudikatif (kehakiman atau pengadilan). Dalam pelaksanaannya, kekuasaan kehakiman dibagi menjadi tiga bagian, yaitu al-Qadla, al-Hisbah, dan al-Nadhar filmadlamin. Untuk mengetahui masing-masing bagian kehakiman tersebut, berikut penjelasannya :

a.   al-Qadla, yang bertugas menyelesaikan perkara yang berhubungan dengan negara.

b. al-Hisbah, yang bertugas menyelesaikan perkara-perkara umum dan persoalan
    pidana  yang memerlukan tindakan atau penyelesaian secara cepat.

c.  al-Nadhar fil-madlami, yaitu mahkamah tinggi atau mahkamah banding, semacam
    mahkamah agung di Indonesia.

            Selain lima lembaga tersebut, dibentuk dibentuk pula Dewan Sekretaris Negara (Diwanul Katabah). Dewan ini bertugas mengurusi berbagai macam urusan pemerintahan, yang terdiri dari lima orang sekretaris:

a. Sekretaris Persuratan (Katibur Rasail)

b. Sekretasris Keuangan (Katibul Harb)

c. Sekretasris Tentara (Katibul Jund)

d. Sekretaris Kepolisian (Katibus Syurtah)

e. Sekretaris Kehakiman (Katibul Qadi)

            Lembaga kehakiman ini dikepalai oleh seorang ketua Hakim (Qathil Qudhah). Seorang hakim (Qadli) memutuskan perkara dengan ijtihadnya. Para hakim menggali hukum berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Disamping itu kehakiman ini belum terpengaruh atau dipengaruhi politik, sehingga para hakim dengan kekuasaan penuh berhak memutuskan suatu perkara tanpa mendapat tekanan atau pengaruh suatu golongan politik tertentu.

5.                  Kemajuan dalam bidang Sosial dan Budaya

1.                  Kemajuan dalam Bidang Bahasa dan Sastra           

            Di antara salah satu faktor terjadinya kemajuan dalam bidang bahasa dan sastra adalah karena luasnya wilayah kekuasaan dinasti Bani Umayah. Wilayah yang luas dengan beragam penduduk dan bahasa yang berbeda, menambah perbendaharaan kata menjadi semakin kaya dalam penggunaan bahasa komunikasi di antara penduduk. Akan tetapi, pada masa pemerintahan khalifah al-Walid bin Abdulm Malik, terjadi penyeragaman bahasa. Semua bahasa daerah, terutama dalam bidang administrai dan pemerintahan, diharuskan menggunakan bahasa Arab. Dengan demikian, bahasa Arab mengalami kemajuan yang cukup berati pada masa itu.

Selain faktor tersebut di atas, beberapa kota besar seperti Kufah, Basrah, Damaskus, dan lain-lain, merupakan pusat kegiatan pengembangan sastra. Pertemuan peradaban antra bangsa yang telah maju sebelumnya dengan bangsa Arab muslim, menambah semarak kegiatan sastra dan bahasa, sehingga berkembang pesat ilmu bahasa dan sastra Arab.

 Banyak sastrawan lahir dan mengembangkan kemampuannya dalam bidang ini. Di antara para ahli bahsa dan sastrawan yang terkenal pada saat itu adalah:

1. Nu’man bin Basyir al-Anshary (w.65 H).

2. Ibn Mafragh al-Hamiri (w.69 H).

3. Miskin Addaramy, (w.90 H)

4. Al-Akhthal (w.95 H).

5. Jarir (w.111 H).

6. Abul Aswad al-duwali (w.69 H).

7. Al-Farazdaq (w.0 H)

8. Ar-Rai (w.90 H).

9. Abu Najam al-Rajir (w.130 H)

10.Abul Abbas al-Am’a

11.Asya Rabiah (w.85 H).

            Dari pemikiran dan kreatifitas mereka inilah kemudian bahasa dan sastra Arab mengalami perkembangan dan kemajuan yang sangat berarti bagi dunia Islam hingga kini. Permikiran dan karya mereka inilah yang kemudian dikembangkan lebih jauh pada masa pemerintahan dinasi Bani Abbasiyah.

2.                   Kemajuan dalam bidang Seni Rupa

            Seperti telah dijelaskan pada bagian-bagian sebelumnya, bahwa salah satu orientasi pemerintahan dinasti Bani Umayah adalah pengembangan wilayah kekuasaan. Usaha ini bukan berarti mengabaikan pengembangan bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni lainnya. Terbukti banyak ditemukan berbagai perkembangan dan kemajuan yang terdapat pada masa pemerintahan, salah satunya adalah perkembangan seni rupa.
Seni rupa yang berkembang pada masa pemerintahan dinasti Bani Umayah hanyalah seni ukir dan seni pahat. Seni ukir yang berkembang pesat pada masa itu adalah penggunaan khat Arab (kaligrafi) sebagai motif ukiran. Banyak ayat al-Qur’an, hadis Nabi dan rangkuman syair yang dipahat dan diukir pada tembok bangunan masjid, istana dan gedung-gedung.

            Di antara kemajuan dalam bidang ini dapat dilihat pada dinding Qashr Amrah, istana mungil Amrah. Bangunan ini merupakan sebuah istana musim panas yang terletak di daerah pegunungan, sebelah Timur Laut Mati sekitar 50 mil dari kota Amman, Yordania. Istana yang dibangun oleh khalifah al-Walid bin Abdul Malik ini dirancang untuk tempat peristirahatan pada musim panas dan waktu berburu, sehingga tempat tersebut sering disebut dengan istana ber-buru.

3.                  Seni Bangunan Atau Arsitektur.

            Para penguasa dinasti Bani Umayah tidak hanya mampu menjalankan pemerintahan dan persoalan-persoalan politik militer, mereka juga memiliki cita rasa seni yang tinggi, terutama cita rasa dalam seni bangunan. Oleh karena itu, banyak para penguasa dinasti Bani Umayah mahir dalam seni arsitektur. Mereka mencurahkan perhatian demi kemajuan bidang ini. Di antara hasil kreatifitas sebagai bentuk perwujudan cita rasa seni rupa itu adalah berdirinya sejumlah bangunan megah, misalnya masjid Baitul Maqdis di Yerussalem, Palestina, terkenal dengan Kubbah al-Sakhra, yaitu kubah batu yang didirikan pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik bin Marwan pada tahun 691 M.

 Bangunan itu merupakan salah satu peninggalan terindah dari masa kejayaan dinasti Bani Umayah. Bangunan masjid tersebut merupakan bangunan masjid yang ditutup atapnya dengan kubah. Selain itu, Abdul Malik juga membangun masjid al-Aqsa yang tidak kalah tinggi nilai seni arsitekturnya. Sebuah masjid indah dengan gaya arsitaktur tiggi juga terdapat di Damaskus yang dibangun oleh al-Walid bin Abdul Aziz sebagai masjid istana. Ruangan masjid ini dihiasi berbagai ornamen yang terbuat dari batu pualam (marmer) dengan bentuk mosaik yang indah.

4.                 Kemajuan dalam Bidang Ilmu Pengetahuan

Meskipun para penguasa dinasti Bani Umayah lebih mengutamakan usaha pengembangan wilayah kekuasaan dan memperkuat angkatan bersenjatanya, ternyata banyak juga usaha positif yang dilakukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Salah satu cara untuk mendorong agar ilmu pengetahuan itu berkembang adalah dengan memberikan motivasi dan anggaran yang cukup besar yang diberikan untuk para ulama, ilmuan, seniman dan satrawan. Tujuannya antara lain agar para ulama, para ilmuan, sastrawan dan seniman, bekerja secara maksimal dalam mengembangkan ilmu pengetahuan Islam, dan tidak lagi memikirkan masalah keuangan rumah tangga mereka.


Di antara ilmu pengetahuan yang berkembang ketika itu adalah sebagai berikut:

1.    Ilmu kedokteran

Ilmu ini belum mengalami kemajuan berarti pada masa pemerintahan dinasti Bani Umayah. Tetapi pada masa pemerintahan al-Walid bin Abdul Malik telah terjadi perkembangan yang cukup baik dalam bidang ilmu kedokteran, karena pada tahun 88 H/706 M, ia telah berhasil mendirikan sekolah tinggi kedokteran. Al-Walid memerintahkan kepada para dokter untuk melakukan berbagai kegiatan riset dengan anggaran yang cukup. Para dokter yang bertugas di lembaga tersebut digaji oleh negara. Al-Walid melarang para penderita penyakit kusta menjadi pengemis di jalan-jalan. Untuk itu, bahkan khalifah telah menyediakan dana khusus bagi para penderita penyakit kusta.

Untuk pengembangan ilmu kedokteran ini, khalifah Bani Umayah meminta bantuan kepada para dokter yang ada di Jundisaphur, Persia, untuk membantu pengembangn ilmu kedokteran ini. Di lembaga inilah kemudian al-Haris bin Kildah dan puteranya, An-Nazhar meraih ilmu kedokteran. Setelah itu banyak ahli kedokteran menjadi dokter pribadi khalifah yang bekerja di istana khalifah. Di antara dokter istana yang dipercaya untuk menjadi dokter pribadi khalifah adalah Atsal, seorang Nasrani, Hakam al-Dimisyqi, dan lain-lain.

2.   Pengembangan Bahasa Arab

Para penguasa Dinasti Umayyah telah menjadikan Islam sebagai daulah (negara), kemudian dikuatkannya dan dikembangkanlah bahasa Arab dalam wilayah kerajaan Islam. Upaya tersebut dilakukan dengan menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa resmi dalam tata usaha negara dan pemerintahan sehingga pembukuan dan surat-menyurat harus menggunakan bahasa Arab, yang sebelumnya menggunakan bahasa romawi atau bahasa persia di daerah-daerah bekas jajahan mereka dan di Persia sendiri.

3.         Marbad Kota Pusat Kegiatan Ilmu

Dinasti Umayyah juga mendirikan sebuah kota kecil sebagai pusat kegiatan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Pusat kegiatan ilmu dan kebudayaan itu dinamakan Marbad, kota satelit dari Damaskus. Di kota Marbad inilah berkumpul para pujangga, filusuf, ulama, penyair, dan cendekiawan lainnya, sehingga kota ini diberi gelar ukadz-nya Islam.

4.          Ilmu Qiraat

Ilmu qiraat adalah ilmu seni baca al-quran. Ilmu qiraat merupakan ilmu syariat tertua, yang telah dibina sejak zaman khulafaur rasyidin. Kemudian masa Dinasti Umayyah dikembangluaskan sehingga menjadi cabang ilmu syariat yang sangat penting. Pada masa ini lahir para ahli qiraat ternama seperti Abdullah bin Qusair (w.120 H) dan Ashim bin Abi Nujud (w. 127 H).

5.         Ilmu Tafsir

Untuk memahami al-quran sebagai kitab suci dierlukan interpretasi pemahaman secara komprehensif. Minat untuk menafsirkan al-quran dikalangan umat islam bertambah. Pada masa perintisan ilmu tafsir, ulama yang membukukan ilmu tafsir yaitu Mujahid (w. 104 H)

6.          Ilmu hadits

Ketika kaum muslimin telah berusaha memahami al-quran, ternyata ada satu hal yang juga sangat mereka butuhkan, yaitu ucapan-ucapan nabi, oleh karena itu, timbulah usaha untuk mengumpulkan hadits, menyelidiki asal-usulnya, sehingga akhirnya menjadi satu ilmu yang berdiri sendiri yang dinamakan ilmu hadits. Diantara para ahli hadits yang termasyur pada dinasti Umayyah adalah:

1.                  Al-Auzai Abdurahman bin Amru (w.159 H),

2.                  Hasan Basri (w.110 H),

3.                  Ibnu Abu Malikah (119 H), dan

4.                  Asya’bi Abu Amru Amir bin Syurahbil (w.104 H)

5.    Ilmu  Fiqh

Setelah islam menjadi daulah, maka para penguasa sangat membutuhkan adanya peraturan-peraturan untuk menjadi pedoman dalam menyelesaikan berbagai masalah. Mereka kembali kepada Al-quran dan Hadits dan mengeluarkan syariat dari kedua sumber tersebut untuk mengatur pemerintahan dan memimpin rakyat. Al-quran adalah dasar fiqh Islam, dan pada zaman ini ilmu fiqh telah menjadi satu cabang ilmu syariat yang berdiri sendiri. Diantara ahli fiqh yang terkenal adalah:

1.             Sa’ud bin Musib,

2.             Abu Bakar bin Abdurrahman,

3.             Qasim Ubaidillah,

4.             Urwah, dan

5.             Kharijah.

6.         Ilmu Nahwu

Pada masa Dinasti Umayyah karena wilayahnya berkembang secara luas, khususnya ke wilayah di luar arab, maka ilmu nahwu sangat diperlukan. Hal tersebut dusebabkan pula bertambahnya orang-orang Ajam (non-Arab) yang masuk islam, sehingga keberadaan bahsa arab sangat dibutuhkan. Oleh karena itu, dibukukanlah ilmu nahwu dan berkembanglah satu cabang ilmu yang penting untuk mempelajari berbagai ilmu agama Islam.

7.                 Ilmu Jughrafi dan Tarikh

Jughrafi dan tarikh pada masa Dinasti Umayyah telah berkembang menjadi ilmu tersendiri. Demikian pula ilmu tarikh (ilmu sejarah), baik sejarah umum maupun sejarah islam pada khususnya. Adanya pengembangan dakwah islam ke daerah-daerah baru yang luas dan jauh menimbulkan gairah untuk mengarang ilmu jughrafi (ilmu bumi atau geografi), demikian pula ilmu tarikh. Ilmu jughrafi dan tarikh lahir pada masa Dinasti Umayyah, barulah berkembang menjadi suatu ilmu yang betul-betul berdiri sendiri pada masa ini.

8.             Usaha penerjemahan

Untuk kepentingan pembinaan dakwah Islamiyah, pada masa Dinasti Umayyah dimulai pula penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan dari bahasa-bahasa lain ke dalam bahasa Arab. Dengan demikian, jelaslah bahwa gerakan penerjemahan telah dimulai pada zaman Dinasti Abbasiyah. Adapun yang mula-mula melakukan usaha penerjemahan yaitu Khalid bin Yazid, seorang pangeran yang sangat cerdas dan ambisius. Ketika gagal memperoleh kursi kekhalifahan, ia menumpahkannya dalam ilmu pengetahuan dari bahasa lain ke bahasa Arab. Didatangkannyalah ke Damaskus para ahli ilmu pengetahuan yang melakukan penerjemahan dari berbagai bahasa. Maka diterjemahkan buku-buku tentang ilmu kimia, ilmu astronomi, ilmu falak, ilmu fisika, kedokteran, dan lain-lain. Khalid sendiri adalah ahli dalam ilmu astronomi.

9.                 Orientasi dan Kebijakan Politik Bani Umayyah

1.                  Penaklukan Afrika Utara

              Selama masa pemerintahannya, Muawiyah bin Abi Sufyan telah melakukan berbagai kebijkan untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Hal itu dilakukan setelah ia berhasil melakukan pengamanan situasi di dalam negeri. Muawiyah segera melakukan pengerahan pasukannya untuk mengadakan upaya perluasan wilayah kekuanan. Salah satunya adalah upaya penaklukan ke wilayah Afrika Utara.Upaya ini merupakan salah satu peristiwa penting dan bersejarah selama masa-masa kekua¬saannya 661-680 M).

              Usaha ini dilakukan Muawiyah, karena para penjajah bangsa Romawi terus melakukan perlawanan di wilayah Afrika Utara. Perlawanan bangsa Romawi ini sangat mengganggu usaha dan kerja gubernur ‘Amr bin al-‘Ash yang sedang memimpin wilayah Mesir. Oleh karena itu, Muawiyah bin Abi Sufyan memerintahkan ‘Amr bin al-‘Ash untuk mengatasi persoalan tersebut. Untuk itu, ‘Amr bin al-‘Ash mengirim seorang jenderal bernama Uqbah bin Nafi’. Usahnya ini berhasil, sehingga ia dan pasukannya menguasa kota Qairuwan hingga ke selatan Tunisia pada tahun 50 H/670 M. Kota Qairuwan kemudian dijadikan sebagai benteng pertahanan dan pusat pemerintahan provinsi dan pangkalan militer untuk wilayah Afrika Utara.

Dengan kekuatan militer dan pertahanan yang cukup memadai, akhirnya pasukan Romawi dapat dikalahkan dan terusir hingga ke sebuah pulau kecil di Afrika Utara. Pulau itu bernama Septah atau Ceuta.

             Meskipun bangsa Romawi berhasil diusir dan dikalahkan pada tahun 50/670 M, bangsa Romawi berhasil mempengaruhi bangsa Barbar untuk melakukan perlawanan terhadap bangsa Arab Muslim. Oleh karena itu, Uqbah bin Nafi’ melakukan serangan kembali. Namun sebelum usaha itu berhasil, Muawiyah mengganti gubernur Uqbah bin Nafi. Posisi Uqbah kemudian digantikan oleh Abul Muhajir. Di bawah kepemimpinan Abul Muhajir, pasukan muslim berhasil menaklukkan suku Barbar dan mengajak mereka untuk masuk Islam.

2.                   Penaklukkan Konstatinopel.

              Salah satu ambisi Muawiyah adalah mengadakan penyerangan ke ibu kota Byzantium, yaitu Konstantinopel.Untuk maksud ini, Muawiyah telah mempersiapkan sebuah pasukan besar terdiri dari 1700 kapal perang lengkap dengan berbagai peralatan tempur. Pasukan ini dipimpin oleh putera kesayangannya, yaitu Yazid bin Abi Sufyan. Pasukan perang ini kemudian menuju ke pulau-pulau yang berada di sekitar Laut tengah. Pada tahun 53 H, pasukan Yazid berhasil menguasai pulau Rhodesia. Tahun 54 H berhasil menaklukkan pulau Kreta. Dari situ pasukan umat Islam terus melanjutkan perjalannya hingga akhirnya dapat menaklukkan pulau Sicilia dan pualu Arwad yang tidak jauh dari Konstantinopel.

              Setelah berhasil menaklukkan pulau-pulau di Laut Tengah, pasukan umat Islam mempersiapkan diri di bawah pimpinan Sufyan bin ‘Auf untuk menaklukkan Konstantinopel. Dalam rombongan pasukan ini, ikut pula Abu Ayyub al-Ashary, Abdullah bin Zubeir, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, selain Yazid bin Muawiyah. Tiba di dekat kota Konstantinopel, pasukan Islam melakukan pengepungan selama lebih kurang 7 tahun. Tetapi karena kuatnya benteng pertahanan dan pasukan Islam diserang dari berbagai arah, akhirnya usaha penaklukkan kota tersebut mengalami kegagalan. Dalam misi ini, salah seorang tokoh Islam gugur, yaitu Abu Ayyub al-Anshary. Usaha penaklukkan kota ini terus dilakukan pada masa-masa sesudahnya, dan baru dapat dikuasai umat Islam pada masa pemerintahan dinasti Usmani, ketika Muhamad al-Fatih menaklukkan kota itu pada tahun 1453 M.

3.                  Usaha perluasan wilayah ke Timur.

Usaha perluasan wilayah kekuasaan Bani Umayah tidak hanya dila-ku¬kan ke bagian barat, seperti Mesir dan Afrika Utara hingga kepulauan Laut Tengah, juga dilakukan ke wilayah Timur, seperti Turkistan, Sijistan, Balkh dan lain-lain. Pada tahun 44 H, Muawiyah bin Abi Sufyan mengirim pasukan di ba¬wah pimpinan al-Muhallab bin Shfarah untuk menaklukkan wilayah Sindus, yaitu daerah yang membentang mulai dari Kabul hingga Multan.

Dalam usaha ini al-Muhallab berhasil menaklukkan daerah-daerah tersebut, tanpa mengalami banyak hambatan. Karena pasukan Islam begitu kuat, sementara pasukan lawan tidak.

              Selain itu, usaha yang dilakukan pasukan Islam ini tidak hanya menggunakan kekuatan militer, juga melalu pendekatan kemanusiaan dan keagamaan, sehingga banyak di antara mereka yang menerima umat Islam dengan senang hati. Tanpa melakukan perlawanan. Usaha perluasan wilayah kekuasaan Islam yang dilakukan oleh khalifah Muawiyah ini berhasil menambah luas wilayah kekuasaan dinasti Bani Umayah ini. Sehingga luas wilayah kekuasaan dinasti Bani Umayah meliputi wilayah ja-zirah Arabia, Anak Benua India, Afrika, dan sebagian kepulauan Laut Tengah. Dengan kemauan keras dan ambisi pribadinya, Muawiyah berhasil menggabungkan.

1.                 Perluasan Wilayah Kekuasaan Bani Umayah

          Di antara wilayah yang ditaklukkan pada masa pemerintahan khalifah al-Walid

adalah Asia Tengah, Indo-Pakistan (Anak Benua India), Afrika Utara, dan Spanyol di Eropa.

a.  Penaklukan Asia Tengah

              Wilayah Asia Tengah di kepulauan Transoxania, tanah air bangsa Turki terdiri dari beberapa kerajaan kcil, seperti kerajaan Balkh, Bukhara, Farghana dan Khawarizm. Kerajaan-kerajaan kecil ini selama masa peme-rintahan dinasti Bani Umayah seringkali mengganggu aktifitas politik peme-rintahan. Untuk menyelesaikan gangguan tersebut, pemerintan Bani Umayah pernah mengirim Yazid bin Muhallab, Tetapi karena ia dipandang oleh Hajjaj bin Yusuf tidak mampu mengatasi persoalan tersebut, Hajjaj memecat dari jabatannya sebagai penglima militer di wilayah tersebut. Kemudian Hajjaj mengutus Qutaibah bin Muslim al-Bahily menggantikan kedudukannya sebagai penglima militer.

              Setelah menjadi panglima yang diberi kepercayaan oleh Hajjaj bin Yusuf, Qutaibah bin Muslim berhasil mengatasi berbagai pemberontakan dan gejolak sosial politik di wilayah Asia Tengah. Wilayah-wilaha yang melakukan perlawanan tersebut kemudian dikuasai dan menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Islam Bani Umayah. Usaha penyerangan pertama dilakukan Qutaibah ke wilayah Balkh ibu kota Turkistan pada tahun 705 M. KOta tersebut dapat dikuasai dengan mudah. Raja-raja di negeri ini menyerah kepada Qutaibah dan menyatakan bersedia membayar pajak kepada pemerintahan pusat di Damaskus.

              Selesai menaklukan Turkiskan, Qutaibah melanjutkan penaklukan ke wilayah Bukhara. Setelah melalui pertempuran kecil, Qutaibah berhasil menguasi negeri Bukhara tersebut. Kemudian sekitar tahun 710 M, Qutaibah menyeberangi Selat Oxus dana berhasil mengalahkan raja Khawarizm.

              Ketika mendengar adanya gerakan pemberontakan di wilayah Khurasan, ia kembali ke Khurasan dan berhasil mengatasi para pemberontak yang ingin memisahkan diri dari pmerintahan diniasti Bani Umayah. Selama lebih kurang dua tahun, Qutaibah berhasil menaklukan dan menguasai wilayah Timur lainnya. Sehingga seluruh kota di wilayah Farghana dan perbatasan daratan Cina dapat dikuasainya dan menjadi wilayah jajahan dinasti Bani Umayah. Kemudian pada tahun 714 M Qutaibah melakukan serangan ke negeri Cina-Turkistan dan berhasil menguasai kota Yashgar. Namun setelah kematian khalifah al-Walid pada tahun 96 H/715 M, wilayah ini melepaskan diri dari pemerintahan dinasti Bani Umayah. Usaha merebut kota ini kemudian dilanjutkan pada masa-masa pemerintahan Islam lainnya.

1.                  Penaklukan kembali wilayah Afrika Utara

     Pada masa-masa khalifah sebelumnya, terutama masa Abdul Malik bin Marwan (65-86 H/685-705 M), beberapa wilayah Afrika Utara berhasil dikuasai oleh pasukan Uqbh bin Nafi’ dan panglima Abul Muhajir. Namun setelah pergantian kekhalifahan di Damaskus, wilayah Afrika Utara melepaskan diri. Bangsa Barbar terus melakukan gerakan pemberontakan untuk melepaskan diri dari pemerintahan dinasti Bani Umayah. Usaha untuk tetap mempertahankan wilayah Afrika Utara yang dianggap sangat penting bagi pemerintahan dinasti Bani Umayah ini, terus dilakukan, khususnya pada masa pemerintahan al-Walid bin Abdul Malik. Untuk mengatasi berbagai pemberonntakan yang terjadi di wilayah ini, khalifah al-Walid bin Abdul Malik mengirim pasukan di bawah pimpinan Musa bin Nushair. Selain sebagai panglima, Musa bin Nushair juga menjabat sebagai gubernur di wilayah Afrika Utara.

              Berbagai gangguan dan gerakan pemberontakan yang dilakukan suku Barbar dan orang-orang Romawi, dapat diatasi oleh Musa bin Nushair. Sehingga beberapa wilayah Laut Tengah dapat dikuasai, seperti kota Mayorca, Minorca, Ivica, dan wilayah perbatasan Spanyol. Keberhasilan Musa bin Nushair menguasai wilayah Afrika Utara membuka jalan bagi tentara Islam untuk menklukan wilayah Spanyol di Eropa.


        c.   Penaklukan Spanyol( Andalusia)

              Penaklukan Spanyol merupakan peristiwa penting dalam perjalanan sejarah umat Islam, khususnya pada masa pemerintahan dinasti Bani Umayah (661-750 M). Penaklukan Spanyol dapat dilakukan pada masa pemerintahan khalifah al-Walid bin Abdul Malik. Spanyol merupakan wilayah bagian kerajaan Romawi. Ketika penguasa setempat dikalahkan oleh pasukan Gothic, Spanyol memasuki periode pemerintahan yang lalim dan korup. Para penguasanya menindas dengan kejam masyarakat yang kebanyakan para petani. Para petani ini dibebani dengan pajak yang sangat berat. Sementara kelas menengah-atas, yang kebanyakan kaum bangsawan dan orang kaya, dibebaskan dari berbagai pungutan pajak. Kaum budak benar-benar tertindas. Mereka tidak memiliki kebebasan sama sekali. Bahkan mereka tidak diberi kesempatan untuk melakukan pernikahan.

              Sementara itu, para pemeluk agama Yahudi dipaksa untuk memeluk agama Kristen. Mereka yang melakukan perlawanan dan pemberontakan dibantai habis. Pendek kata, para penguasa ketika itu sangat berindak di luar batas kemanusiaan. Para penguasa memaksakan kehendaknya untuk kepuasan pribadi. Masyarakat dibiarkan menderita dan sengsara. Kenyataan ini sangat berbeda dengan kenyataan yang ada di wilayah-wilayah Islam.

              Keberhasilan Roderick menguasai wilayah Spanyol membuat dirinya berambisi untuk menguasai wilayah Afrika Utara. Sehingga kepulauan Ceuta (Septah) yang dikuasai De Graft Julian dikuasai Roderick. Terusirnya raja Julian dari wilayah Ceuta, membuat dirinya tidak punya pilihan lain kecuali meminta bantuan kepada penguasa Afrika Utara, yaitu gubernur Musa bin Nushair. Julian meminta bantuan kepada Musa bin Nushair untuk mengusir Roderick dari wilayah kekuasaannya. Permintaan itu disambut dengan baik oleh Musa bin Nushair. Tetapi sebelum ia melancarkan serangan guna membantu Julian, Musa bin Nushair meminta ijin kepad khalifah al-Walid bin Abdul Malik. Permohonan tersebut dikabulkan oleh khalifah al-Walid.

              Sebelum melakukan serangan ke wilayah Spanyol, Musa bin Nushair terlebih dahulu mengutus orang kepercayaannya bernama Tharif bin Malik untuk menyelidiki keadaan di Spanyol. Penyelidikan ini mendapat bentuan dari Julian berupa peminjaman kapal layar untuk berlayar ke Spanyol. Dari hasil penyelidikan itu, Tharif memberikan data dan informasi penting mengenai keadaan sebenarnya dan dari daerah mana tentara Islam akan masuk.

              Dari data dan informasi itu, Musa bin Mushair mempersiapkan pasukan sekitar 7.000 tentara untuk melakukan penyerangan ke Spanyol. Untuk memimpin penyerangan itu, Musa bin Nushair memberikan keprcayaan kepada Thariq bin Ziyad. Berbekal informasi dan data yang diperoleh Tharif bin Malik, akhirnya Thariq bin Ziyad berhasil memasuki wilayah benteng pertahanan Spanyol di sebuah selat, yang kemudian selat ini dikenal dengan sebutan Selat Jabal Thariq atau Giblaltar. Penaklukan ini terjadi pada tahun 711 M.

              Dari selat Giblaltar ini, Thariq bin Ziyad dan pasukannya merangsek masuk ke wilayah kekuasaan Roderick di Spanyol. Roderick terdesak hingga ke tebing sungai Guadalete. Karena terdesak, Roderick mencerburkan diri ke sungai tersebut dan tewas. Setelah berhasil mengalahkan Roderick, Thariq dan pasukannya menguasai Sidonia, Carmona dan Granada.

              Setelah berhasil menguasai wilayah tersebut, Thariq membawa pasukannya untuk menguasai Cordova dan Toldo, ibu kota pemerintahan Spanyol. Jadi dalam waktu yang singkat, Thariq bin Ziyad dan pasukannya berhasil dengan mudah menguasai Spanyol. Keberhasilan Thariq bin Ziyad menguasai Spanyol membangkitkan keinginan Musa bin Nushair mengunjungi wilayah itu. Karena itu, sekitar tahun 712 M, Musa bin Nushair membawa 18.000 pasukannya ke Spanyol dan mendarat di wilayah itu pada bulan Juli 712. Dengan mudah Musa menaklukan wilayah Seville dan sejumlah kota kecil lainnya. Di dekat kota Toledo, Musa bin Nushair menjumpai Thariq bin Ziyad. Pada kesempatan itu, Musa bin Mushair memarahi Thariq yang tidak melaporkan harta rampasan perang. Tetapi akhirnya keduanya mencapai kesepakatan untuk bekerjasama dan membentuk pasukan gabungan Islam guna melancarkan serangan lebih jauh ke wilayah Spanyol lainnya. Pasukan gabungan ini berhasil menguasai Sarragosa, Terragona, dan Barcelona. Setelah itu, pasukan Musa bin Nushair mengerahkan pasukannya untuk menaklukan wilayah Eropa lainnya.

              Namun, sebelum ia berhasil menguasai Eropa, Musa bin Nushair dipanggil ke istana khalifah al-Walid. Sebab khalifah mendengar adanya informasi mengenai perlakuan kasar yang dilakukan Musa kepada Thariq. Khalifah memanggilnya untuk kembali dan menemuninya di Damaskus. Tetapi sebelum ia meninggalkan Spanyol, Musa bin Nushar menetapkan akanya yang bernama Abdul Aziz sebagai raja muda di Spanyol. Abdullah sebagai gubernur Afrika Utara dan Abdul Malik sebagai gubernur Maroko. Dengan membawa harta rampasan yang banyak, Musa bin Nushair pergi menuju Damaskus untuk menyerahkan harta rampasan tersebut. Namun sebelum Musa sampai di Damaskus, khalifah al-Walid meninggal dunia pada tahun 96 H/715 M.


              Terlepas dari konflik antara Musa bin Nushair dengan Thariq bin Ziyad, yang keberhasilan tentara Islam di bawah pimpinan Thariq bin Ziyad dan Musa bin Nu¬shair ini membawa citra bagi umat Islam. Sebab penaklukan Spanyol membuka lembaran baru dalam perjalanan sejarah politik militer umat Islam, khususnya pada masa dinasti      Bani Umayah (661 –750 M). Karena umat Islam telah membebaskan ma¬syarakat Spanyol dari kekejaman dan kelalimaman penguasa Roderick. Jatuhnya Spanyol dan beberapa kota penting di negeri itu, membuka jalan baru bagi upaya umat Islam untuk menyebarkan Islam ke seluruh Eropa. Namun sayang, konflik intern kemudian menjadi penyebab utama kehancuran penguasa Islam di Spanyol dan menyebabkan mereka terusir dari negeri itu ada tahun 1492 M.

2.                 Sekilas Kisah Khilafah- Khilafah Masa Bani Umayyah

1.                   Abdul Malik bin Marwan

Khalifah Abdul Malik adalah orang kedua yang terbesar dalam deretan para khalifah Bani Umayyah yang disebut-sebut sebagai khalifah kedua bagi kedaulatan Bani Umayyah. Ia dikenal dengan sebagai seorang hkalifah yang ilmu agamanya sangat baik, terutama di bidang fiqh.

Abdul Malik bin Marwan memerintah selama 20 tahun. Dalam masa pemerintahannya tentara Islam meyeberangi sungai Oxus dan dapat berhasil menundukkan Baikh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Mayoritas penduduk dikawasan ini kaum Paganis. Pasukan islam menyerang wilayah Asia Tengah pada tahun 41H / 661M, pada tahun 43H / 663M mereka mampu menaklukkan Salistan dan menaklukkan sebagian wilayah Thakaristan pada tahun 45H / 665M. wilayah Quhistan pada tahun 44H / 664M. Abdullah Bin Ziyad tiba dipegunungan Bukhari Pada tahun 44H / 664M para tentaranya datang ke India dan dapat menguasai Balukhistan,Sind, dan daerah Punjab sampai ke Maltan.

Dia telah berhasil mengembalikan sepenuhnya kesatuan wilayah dan wibawa kekuasaan keluarga Umayyah dari seluruh pengacau negara yang ada di penguasa sebelumnya, mulai dari gerakan pemisahan Abdullah bin Zubair di Hijjaz, pemberontakan kaum Syiah dan Khawarij sampai aksi teror yang dilakukan Al Muktar bin Ubaid as Saqafi di Kufah, dan pemberontakan yang dipimpin Mus’ab bin Zubair di Irak. Ia juga menundukkan tentara Romaw yang sengaja mengacaukan sendi pemerintahan Bani Umayyah.

Disamping perluasan wilayah, Abdul Malik bin Marwan juga membuat kebijakan-kebijakan diantaranya :

Dalam bidang perekonomian Abdul Malik bin Marwan mengubah mata uang Byzantium dan Persia menjadi mata uang yang bertuliskan kata-kata dengan huruf Arab, Ia juga memerintahkan untuk mencetak mata uang secara teratur.

Pemikiran yang serius terhadap penerbitan dan pengaturan uang dalam masyarakat islam. Hal ini dilatarbelakangi oleh permintaan Romawi agar menghapus kalimat bissmillahirahmanirahim dari mata uang yang berlaku pada masa khalifahnya. Pada saat itu Romawi mingimpor dinar Islam dariMmesir, Akan tetapi permintaan itu di tolaknya.

Bahkan dia mencetak mata uang islam sendiri dengan tetap mencantumkan bismillahirahmanirahim pada tahun 74H (659M).

Pada masa Umayyah, (Khalifah Abd Al-Malik) juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan. Beliau juga menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa resmi dalam adminstrasi, yang sebelumnya menggunakan bahasa yang bermacam-macam, seperti bahasa Yunani di Syams, bahasa Persia di Persia, dan bahasa Qibthi di Mesir

Beliau juga membangun sarana-prasarana seperti gedung – gedung, memperluas Masjidil Haram dan juga mendirikan dinas pos.

Khalifah Abdul Malik waat pada tahun 86 H dan digantikan oleh puteranya Al Walid bin Abdul Malik.

2.                   Al Walid bin Abdul Malik

Khalifah Al Walid bin Abdul Malik, memerintah selama 10 tahun. Pada masa pemerintahannya tentara Islam menguasai Aljazair, Maroko, di Afrika Utara.

Ekspansi kebarat secara besar-besaran dilanjutkan dijaman Al-Walid Ibn Abd Abdul Malik (705M-714M). Masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran dan ketertiban. Umat islam merasa hidup bahagia, tidak ada pemberontakan dimasa pemerintahanya.

Pada masa pemerintahannya terjadi penaklukan yang demikian luas, penaklukan ini dimulai dari Afrika utara menuju wilayah barat daya, benua eropa yaitu pada tahun 711M. Setelah Al Jazair dan Maroko dapat ditaklukkan, Tariq Bin Ziyad pemimpin pasukan islam dengan pasukannya menyebrangi selat yang memisahkan antara Maroko dengan Benua Eropa dan mendarat disuatu tempat yang sekarang dikenal nama Gibraltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan, dengan demikian Spanyol menjadi sasaran.

Selanjutnya Ibu Kota Spanyol Kordova dengan cepatnya dapat dikuasai, menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Sevi’e, Elvira, dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru setelah jatuhnya Kordova.

Dia memulai kekuasaannya dengan membangunMasjid Jami’ di Damaskus. Masjid Jami’ ini dibangun dengan sebuah arsitektur yang indah, dia juga membangun Kubbatu Sharkah dan memperluas masjid Nabawi, disamping itu juga melakukan pembangunan fisik dalam skala besar.

Karena ketika itu kekayaan melimpah, maka beliau menyempurnakan pembangunan gedung-gedung pemerintahan, pabrik-pabrik, dan jaringan jalan raya yang dilengkapi dengan sumur untuk para kafilah yang melewati jalan tersebut. Ia juga membangun masjid Al Amawi yang terkenal di Damaskus.

Ia juga memanfaatkan kekayaan negerinya untuk menyantuni para yatim piatu, fakir miskin, dan penderita cacat seperti lumpuh, buta dan penyakit kusta. Ia juga membangun panti untuk menampung orang cacat tersebut, semua pegawai yang bekerja di panti tersebut mendapat gaji yang tetap dari Khalifah.

Pasukan islam memperoleh dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa. Pada masa inilah pemerintah islam mencapai wilayah yang demikian luas dalam rentang sejarahnya, dia wafat pada tahun 96H / 714M dan memerintah selama 10 tahun kemudian digantikan oleh adiknya Sulaiman bin Abdul Malik, sebagaimana wasiat ayahnya.

Khalifah yang berjasa dalam dinasti Bani Umayyah yang selanjutnya adalah :

3.                   Khalifah Umar bin Abdul Aziz

Khalifah Umar bin Abdul Aziz, hanya memerintah dalam waktu yang singkat yaitu selama 3 tahun, meskipun demikian Khalifah Umar bin Abdul Aziz mencapai banyak kemajuan dalam pemerintahannya.

Pada waktu itu, tentara Islam dibawah pimpinan Abdurrahman Al Gafiqi memasuki kawasan Bordeaux, Poitiers, dan Tour di Prancis. Angkatan laut Islam juga berhasil menguasai pulau-pulau di Laut Tengah, seperti Balaerik, Sisilia, Sardinia, dan Korsika. Dengan demikian wilayah Islam mencakup daerah yang sangat luas yang meliputi Afrika Utara, Spanyol, Suriah, Palestina, Jazirah Arab, Irak, Asia Kecil, Persia, Afghanistan, Pakistan dan Turkistan .

Dimasa pemerintahannya pasukan Islam melakukan penyerangan ke Prancis dengan melewati pegunungan Baranese mereka sampai ke wilayah Septomania dan Profanes, lalu melakukan pengepungan Toulan sebuah wilayah di Prancis. Namun kaum muslimin tidak berhasil mencapai kemenangan yang berarti di Prancis

Setelah perluasan wilayah tersebut khalifah Umar bin Abdul Aziz menitikberatkan oada perhatiannya di bidang politik dan pemerintahan dalam negeri, Umar bin Abdul Aziz mulai menjalin hubungan kembali dengan golongan Syiah dan menyamakan kedudukan orang Arab dengan orang Mawali.

Selama masa pemerintahanya dia menerapkan kembali ajaran Islam secara utuh, dan menyeluruh. Ketika diangkat sebagai khalifah, dia mengumpulkan rakyatnya dan mengumpulkan serta menyarahkan harta kekayaan diri dan keluarganya yang tidak wajar kepada kaum muslimin melalui baitul mal. untuk membersihkan Baitul Maal dari pemasukan harta yang tidak halal dan berusaha mendistribusikannya kepada yang berhak menerimanya. Misalnya seperti yang Ia lakukan terhadap salah satu hartanya : perkampungan Fadak, desa di sebelah utara Makkah, yang sejak Rasulullah SAW wafat dijadikan milik negara. Namun, pada masa khalifah ke-4 Bani Umayah (memerintah 684-685 M), harta tersebut dimasukkan sebagai milik pribadi khalifah dan mewariskannya kepada keturunannya. Beliau banyak menghidupkan dan memperbaiki tanah-tanah yang tidak produktif, menggali sumur-sumur baru dan membangun masjid-masjid.

Ia juga membuat perhitungan dengan para amir (setingkat gubernur) agar mereka mengembalikan harta yang sebelumnya bersumber dari sesuatu yang tidak sah. Dia juga tidak mengambil sesuatupun dari baitul mal. Termasuk pendapatan fai yang telah menjadi haknya, menghentikan jizyah bagi orang Islam baru, beliau juga meringankan beban pajak yang ditanggung oleh masyarakat. Dia mendistribusikan sedekah dan zakat dengan cara yang benar hingga kemiskinan tidak ada lagi dijamannya. Dimasa pemerintahannya tidak ada lagi orang yang berhak menerima zakat ataupun sedekah.

Kondisi baitul mal ketika ketika itu terus meluas. Tidak hanya sekadar menyalurkan dana tunjangan, tetapi juga dikembangkan dan diberdayakan untuk menyalurkan pembiayaan demi keperluan pembangunan sarana dan prasarana umum. Bahkan, Baitul Maal juga dipakai untuk membiayai proyek penerjemahan buku-buku kekayaan intelektual Yunani Kuno. Di sinilah gelombang intelektual Islam dimulai.

Pada masa pemerintahan khalifah Umar Bin Abd Al-Aziz kemajuan dibidang Tashri mulai meningkat, beliau berusaha mempertahankan perkembangan hadits yang hampir mengecewakan, karena para penghafal hadits sudah meninggal sehingga Umar Bin Abd Al-Aziz berusaha untuk membukukan Hadits.

Keberhasilan dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat inilah yang membuat Umar bin Abdul Aziz tidak hanya layak disebut sebagai pemimpin negara, tetapi juga sebagai fiskalis muslim yang mampu merumuskan, mengelola, dan mengeksekusi kebijakan fiskal pada masa kekhalifahannya. Barangkali, istilah fiskal memang belum dikenal pada masa itu karena istilah ini baru digunakan pada abad 20 sebagai respon sistem ekonomi kapitalis atas depresiasi ekonomi yang melanda dunia pada tahun 1930.

Negara-negara Kapitalis menghadapi permasalahan yang besar dengan turunnya pendapatan pemerintah, perekonomian yang lesu, pengangguran yang meluas, dan inflasi. Kebijakan moneter yang selama ini digunakan pemerintah untuk menstabilkan ekonomi tidak dapat mengatasi depresi ekonomi. Sampai akhirnya John M. Keynes pada tahun 1936 menerbitkan bukunya yang terkenal The General Theory of Employment, Interest and Money. Buku Keynes ini merupakan peletak dasar diberlakukannya kebijakan fiskal oleh negara yang pada saat itu digunakan untuk mengatasi depresi ekonomi terutama di Amerika Serikat.

Jauh sebelum Keynes mencanangkan kebijakan fiskal untuk mengelola keuangan negara, distribusi kekayaan, dan menciptakan kesejahteraan, Umar bin Abdul Azizi telah membuktikan bahwa tak satu pun rakyatnya merasa kekurangan karena kesejahteraan yang merata. Kisah di awal tulisan ini jelas memberikan gambaran bahwa kebijakan Umar bin Adbul Aziz berhasil membangun kejayaan Dinasti Umayyah pada tahun 99-102H/717-720M.

Umar bin Abdul Aziz layak disebut fiskalis muslim karena memilki kebijakan pengelolaan keuangan negara yang relatif matang pada masanya. Hal ini dapat dilihat dari pengelolaan penerimaan negara yang meliputi pajak, zakat, khums (bagian seperlima), dan distribusi pengeluaran negara yang meliputi belanja pegawai, belanja peralatan administrasi negara, pendidikan, dan distribusi zakat.

Umar bin Abdul Aziz memiliki pandangan bahwa menciptakan kesejahteraan masyarakat bukan dengan cara mengumpulkan pajak sebanyak-banyaknya seperti yang dilakukan oleh para khalifah Bani Umayyah sebelum Umar, melainkan dengan mengoptimalkan kekayaan alam yang ada, dan mengelola keuangan negara dengan efektif dan efisien. Umar bin Abdul Aziz akan langsung menegur gubernur atau pegawainya yang boros dalam menggunakan anggaran negara.

Pada pemerintahaannya beliau memprioritaskan pembangunan di dalam negri. Menurutnya, memperbaiki, dan meningkatkan kesejahteraan Negara-negara Islam adalah lebih baik dari pada menambah memperluas wilayah. Ia pula menjaga hubungan baik antara pihak oposisi dan memberikan hak kebebasan beribadah kepada penganut agama lain.

Khalifah yang juga merupakan cucu dari salah satu Khulafaurrasyidin Umar bin Khattab ini, memiliki peran yang sangat besar bagi perkembangan Islam dari berbagai segi, dengan ilmu yang beliau miliki, dan mengaplikasikannya demi kemaslahatan umat. Sehingga masyaakat sangat mencintai beliau sampai beliau wafat pada tahun 101 H, dan kemudian digantikan oleh Yazid bin Ibnu Malik (Yazid II)

4.                  Khalifah Hisyam bin Abdul Malik

Hisyam bin Abdul Malik, memerintah selama kurang lebih 20 tahun. Pemerintahannya dikenal dengan adanya perbaikan-perbaikan dan menjadikan tanah-tanah produktif. Dia membangun kota Rasyafah dan membereskan tata administrasi. Hasyim dikenal sangat jeli dalam berbagai perkara dan pertumpahan darah. Namun dia dikenal sangat kikir dan pelit. Penaklukan dimasa pemerintahannya yang dipimpin oleh Abdur Rahman Al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeau, Poitiers, dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun dalam peperangan yang terjadi diluar kota Tours, Al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Prancis pada tahun 114H / 732M. peristiwa penyerangan ini merupakan peristiwa yang sangat membahayakan Eropa.

Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik ditimur maupun barat. Wilayah kekuasaan islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas. Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika utara, Syiria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, sebagian Asia kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan Purkmenia, Ulbek, dan Kilgis di Asia Tengah

Namun demikian, pada masa pemerintahannya Bani Umayyah mengalami kemunduran, hal ini disebabkan karena banyaknya kerusuhan dan gerakan yang melawan khalifah. Diantara gerakan yang paling kuat menentang khalifah adalah gerakan dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh Kaum Mawali, dan gerakan oleh kaum Syiah yang bersekutu dengan Abbasiyah.

Hisyam bin Malik sebenarnya merupakan khalifah yang cakap, Ia melakukan banyak pembenahan dalam pemerintahannya. Akan tetapi gerakan perlawanan pada waktu itu sudah sedemikian kuat. Selain itu, khalifah-khalifah yang memerintah sesudahnya adalah khalifah yang lemah, yang menyebabkan kekhalifahan Bani Umayyah akhirnya runtuh pada tahun 750 M atau hanya berselang 7 tahun dari akhir pemerintahan Hisyam bin Abdul Malik.

5.                      KEHANCURAN DINASTI UMAYYAH

Terdapat banyak sebab yang mendukung hancurnya dinasti Umayyah, setelah berlangsung kurang lebih Sembilan puluh tahun. Tidaklah terlalu sulit untuk melacak sebab-sebab tersebut, sebagaimana disampaikan berikut ini :


Pertama, ketidakcakapan para penguasa serta kejahatan perilaku mereka merupakan factor utama hancurnya kekuasaan dinasti ini.


Kedua, Egoisme para pejabat pemerintahan dan terjadinya sejumlah pembelotan militer. Pada umumnya para penguasa mempercayakan urusan pemerintahan kepada para pejabat Istana.


Ketiga, Persaingan antarsuku. Permusuhan kelompok Arab Mudariyah (sebagian besar berasal dari Hijaz dan Kufah) dengan kelompok Himyariyah (sebagian berasal dari Yaman), yang telah lama berlangsung, semakin memanas karena sikap para penguasa Umayyah yang memihak salah satu dari keduanya.


Keempat, tidak adanya mekanisme dan aturan baku mengenai suksesi kepemimpinan. Berdasarkan pertimbangan stabilitas politik kerajaan Umayyah, Mu’awiyyah menempuh kebijaksanaan menunjukkan anaknya yakni yazid sebagai penggantinya. Cara demikian ini diikuti oleh seluruh penguasa, namun prinsip senioritas kepemimpinan bangsa Arab yang telah lama berlaku tidak dapat menerima sistem suksesi secara turun-temurun. Selanjutnya sistem ini menimbulkan konflik dan intrik di kalangan istana.


Kelima, perlakuan yang tidak adil terhadap non-Arab (mawali). Masyarakat non Arab khususnya keturunan Persia, sekalipun mereka telah memeluk Islam dan turu berjuang membela Islam dan kerajaan Umayyah, namun mereka menerima perlakuan sosial politik dan ekonomi yang tidak seimbang dengan kelompok Muslim-Arab. Mereka adalah basis infantry yang bertempur dengan kaki telanjang diatas panasnya pasir, tida diatas unta, maupun kuda. Mereka hanya menerima gaji tetap, tidak menerima tunjangan keluarga dan tunjangan pension, dan senantiasa terjerat oleh sejumlah beban pajak.

Terakhir, propaganda dan gerakan Abbasiyah. Propaganda dan gerakan Abbasiyah. Propaganda kelompok Abbasiyah secara gencar menyerang segi-segi negative dan kelemahan sepanjang pemerintahan Umayyah.

                                                                                                         

           
       

masjid umayyah.jpg
   

masjid agung umayyah di damaskus.jpg


                                               

           
   

Text Box: Masjid Umayyah di Damaskus ^^ dahulunya adalah Gereja Bizantyum (bagian dalam masjid ) ( bsbsb
       

Text Box: Masjid Umayyah bagian depan ^^


cordoba_1 di spanyol.jpg

kordoba.jpg

                                      

                   
       

masjidil aqsa.jpg
   

Text Box: Masjid Kordoba pada masa Khilafah Abdurrahman I Tahun 784
       

mihrab kodoba.jpg


                                                          

                                                                               

           
       

Text Box: Masjid Al-Aqsha , Palestina ^^ (oleh Abdul Malik )
   

Text Box: Mihrab masjid Cordoba, Spanyol ^^


                                                     

Al_Andalus-c.1000-id.gifilmu geo.jpg

peta-wilayah-kekuasaan-dinasti-umayyah-_.jpgText Box: Ilmu Geografi pada masa Muawiyyah ^^Text Box: Wilayah Kekuasan masa Bani Umayyah ^^Text Box: Penaklukan Andalusia , spanyol ^^

BAB III

KESIMPULAN

            Pola kepemerintahan pada masa Dinasti Bani Umayyah berbeda dengan pola kepemerintahan yang di jalankan oleh Khulafaur Rasyidhin. Pemilihan khilafah pada masa Khulafaur Rasyidin menggunakan sistem pilih langsung oleh masyarakat secara demokratis, setelah itu masyarakat secara beramai-ramai menyatakan sumpah setia dihadapan khalifah terpilih.

            Sementara pada dinasti Bani Umayyah, khalifah diangkat langsung oleh khalifah selanjutnya dengan memilih seorang keturunan sebagai putra mahkota yang akan menggantikan kedudukan ayahnya. System pemerintahan ini bersifat Monarchi pengbin Abu Sufyan.

            Walaupun dengan system pemerintahan yang berbeda, dinasti ini mengalami kemajuan yang cukup pesat. Baik dilihat dari sistem politik dan pemilihan-pemilihan kelembagaan Negara yang tersusun dengan tatacara yang teratur. Kemudian kemajuan dalam bidang kemiliteran yang berkembang dengan strategi-strategi handal ketika  Walid bin Abdul Malik berkuasa. Kemajuan-kemajuan lain diantaranya : bidang administrasi dan pemerintahan, kemajuan dalam bidang social budaya, kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan, dan orientasi dan kebijakan politik-politiknya.

            Strategi-strategi dalam perluasan wilayah islam pada masa ini dapat dikatakan memenuhi puncak maksimal, karena system penjajahan yang dilakukan sangat idealis sehingga beberapa Negara berhasil ditaklukkan pada masa ini. Peperangan dikomando oleh panglima-panglima perang yang sangat cerdik melakukan penyerangan, dan strategi perang dipersiapkan dengan menyedikan beribu-ribu pasukan dan kapal-kapal besar yang yang siap mengalahkan kawasan tertuju. Panglimaperang yang berperan dalam menaklukan berbagai Negara diantaranya : Uqbah bin Nafi’, Yazid bin Mu’awiyah, Al-Mullahab, Abu Muhajjir, Walid bin Abdul Malik, Thariq bin Ziyad dan Musa bin Nushair.

DAFTAR PUSTAKA

1.                 Http/google.com sejarah kebudayaan islam //

2.                 Parks read. Islam pada masa daulat bani umayyah.

3.                 Ski-blog-wawan.blogspot /

4.                 Wikipedia.org//

5.                 Umayyah.com /

6.                 Akademika-odhiema.blogspot.com/

7.                 Huda.blogspot.com/Kemajuan ilmu masa nabi/

8.                 Buku SKI kelas 3. Departemen agama RI, Diktorat Jendral kelembagaan agama Islam, 2002

Comments

  1. Lucky Club Casino Site - Get the Best Welcome Bonuses
    Lucky Club Casino Online offers a luckyclub.live no deposit welcome bonus. Enjoy the best online slots and casino games. No deposit bonus offers are offered to new

    ReplyDelete

Post a Comment